30/09/08

Politik Trade-Unionis Dan Politik Sosial-Demokratis


Kami akan mulai lagi dengan memuji Raboceye Dyelo. "Literatur Pemblejetan Dan Perjuangan Proletar" adalah judul yang diberikan oleh Martinov kepada artikelnya dalam Raboceye Dyelo No.10 tentang perbedaan pendapat dengan Iskra. Dia merumuskan hakekat perbedaan pendapat ini sebagai berikut : "Kita tak dapat membatasi diri hanya pada memblejeti sistem yang merintangi jalan perkembangannnya" (partai buruh). "Kita harus pula memberi reaksi terhadap kepentingan-kepentingan terdekat dan sehari-hari proletariat" (hal.63). "….Iskra…… sebenarnya adalah sebuah organ dari oposisi revolusioner yang memblejeti sistem di negeri kita, terutama sistem politik……….. Akan tetapi kita bekerja dan akan bekerja untuk usaha buruh dalam hubungan organis yang erat dengan perjuangan proletar" (hal.63). Orang mau tidak mau harus berterima kasih kepada Martinov atas perumusan ini. Perumusan ini sangat menarik perhatian umum karena pada hakekatnya ia meliputi bukan hanya perbedaan pendapat kami dengan Raboceye Dyelo, melainkan juga perbedaan pendapat umumnya antara kami dengan kaum “ekonomis" mengenai perjuangan politik. Telah kami tunjukkan bahwa kaum "ekonomis" itu tidak menolak "politik" sama sekali, tetapi bahwa mereka hanya senantiasa menyimpang dari konsepsi politik sosial-demokratis ke konsepsi politik trade-unionis. Martinov menyimpang persis begitu juga, dan karena itu kami setuju mengambil justru pendangan-pandangannya sebagi contoh kesalahan ekonomis mengenai soal ini. Kami akan berusaha membuktikan bahwa baik penulis-penulis Lampiran khusus Rabocaya Misl, penulis-penulis manifes yang dikeluarkan oleh Grup Pembebasan Diri, maupun penulis-penulis surat ekonomis yang dimuat dalam Iskra No.12, tak akan mempunyai hak apapun untuk menggugat pilihan ini.

A. AGITASI POLITIK DAN PEMBATASANNYA OLEH KAUM EKONOMIS

Setiap orang tahu bahwa pengembangan secara luas dan pengkonsolidasian perjuangan ekonomi*kaum buruh Rusia berlangsung berbarengan dengan pencitaan 'literatur" pemblejetan keadaan ekonomi (keadaaan di pabrik dan lapangan pekerjaan). "Surat-surat sebaran" ini terutama ditujukan untuk memblejeti keadaan pabrik, dan di kalangan kaum buruh segera bangkit gairah yang sejati akan pemblejetan-pemblejetan itu. Segera sesudah kaum buruh melihat bahwa lingkaran-lingkaran kaum sosial-demokrat ingin dan dapat memberikan kepada mereka surat sebaran macam baru yang menceritakan seluruh kebenaran tentang hidup mereka yang melarat, tentang kerja mereka yang terlalu berat, tentang ketiadaan hak mereka, maka mulailah, boleh dikatakan, membanjir surat-surat mereka dari pabrik-pabrik dan kilang-kilang. ""Literatur pemblejetan" ini menimbulkan sensasi yang hebat tidak hanya di pabrik dimana keadaannya diblejeti dalam surat sebaran tertentu, tetapi juga disemua pabrik dimana tersiar kabar tentang fakta-fakta yang terblejeti. Dan karena kesengsaraan serta kemiskinan kaum buruh diberbagai perusahaan dan berbagai lapang pekerjaan hampir saja sama saja, maka "kebenaran tentang kehidupan buruh " menggerakkan semuanya.Bahkan di kalangan kaum buruh yang paling terbelakangpun timbul gairah yang sejati untuk "dipublikasi" --suatu gairah yang mulia akan bentuk embrio perang melawan seluruh sistem sosial dewasa ini yang didasarkan atass perampokkan dan penindasan. Dan dalam kebanyakan hal "suart-surat sebaran" ini sesungguhnya merupakan sutu pernyataan perang, karena pemblejetan-pemblejetan itu sangat membantu membangkitkan kaum buruh dan menimbulkan di kalangan mereka tuntutan-tuntutan bersama untuk melenyapkan keburukkan-keburukkan yang paling menyolok dan membangkitkan pada mereka kesediaan menyokong tuntutan-tuntutan ini dengan pemogokkan-pemogokkan. Akhirnya, tuan-tuan pabrik sendiri terpaksa mengakui arti surat-surat sebaran ini sebagai suatu pernyataan perang sehingga sering sekali mereka tidak mau menunggu-nunggu lagi samapi perang itu sendiri pecah. Sebagaimana biasa, dengan diterbitkannya pemblejetan-pemblejetan ini saja sudah menjadikannya berdaya guna, memperoleh arti pengaruh moril yang perkasa. Bukan satu kali saja bahwa, penerbitan suatu surat sebaran itu saja ternyata cukup untuk menjamin dipenuhinya semua atau sebagian tuntutan. Pendek kata, pemblejetan-pemblejetan ekonomi (pabrik) telah dan tetap merupakan pengungkit penting perjuangan ekonomi. Dan pemblejetan-pemblejetan ini akan terus mempunyai arti demikian ini selama kapitalisme masih ada, yang menyebabkan kaum buruh harus membela diri. Di negeri-negeri Eropa yang paling maju pun sekarang masih dapat kita saksikan bagaimana pemblejetan keburukan-keburukan di suatu “perusahaan” yang terpencil atau suatu cabang industri rumah tangga yang sudah dilupakan orang, merupakan titik pangkal untuk menggugah kesadaran klas, untuk mengawali perjuangan serikat buruh dan untuk menyebar luaskan sosialisme.*

Mayoritas mutlak kaum sosial-demokrat Rusia di waktu belakangan ini hampir sama sekali mencurahkan perhatian mereka pada pekerjaan mengorbankan pemblejetan mengenai keadaan pabrik. Cukuplah mengingat Rabocaya Misl untuk melihat sampai seberapa jauh pencurahan perhatian ini. Pencurahan perhatian itu sampai sebegitu jauh sehingga dilupakan bahwa pencurahan ini sendiri, pada hakekatnya belum merupakan aktivitas sosial-demokratis, melainkan hanya aktivitas trade-unionis. Pada hakekatnya, pemblejetan-pemblejetan ini hanya mencakup hubungan-hubungan antara kaum buruh di lapangan pekerjaan tertentu dengan majikan-majikan mereka, dan apa yang dicapai oleh pemblejetan-pemblejetan itu ialah bahwa para penjual tenaga kerja belajar menjual “barang dagangan” mereka secara lebih menguntungkan dan berjuang melawan para pembeli berdasarkan transaksi dagang semata-mata. Pemblejetan-pemblejetan ini dapat menjadi (jika digunakan sebagaimana mestinya oleh organisasi kaum revolusioner) permulaan dan bagian komponen aktivitas sosial-demokratis, tetapi pemblejetan itu juga dapat menuju (dan dibawah syarat pemujaan kepada spontanitas pasti) menuju ke perjuangan “serikat buruh semata-mata” dan ke gerakan buruh non sosial-demokratis. Sosial-demokrasi memimpin perjuangan klas buruh tidak hanya untuk syarat-syarat yang lebih baik bagi penjualan tenaga kerja, tetapi juga untuk melenyapkan sistem masyarakat yang memaksa kaum tak bermilik menjual diri kepada si kaya. Sosial-demokrasi mewakili klas buruh bukan dalam hubungan klas buruh dengan hanya suatu grup pengusaha tertentu, melainkan dalam hubungan klas buruh dengan semua klas dari masyarakat modern, dengan negara sebagai suatu kekuatan politik yang terorganisasi. Dari sini jelaslah bahwa kaum sosial-demokrat bukan hanya tidak boleh membatasi diri pada perjuangan ekonomi, tetapi juga tidak boleh membiarkan perorganisasian pemblejetan di bidang ekonomi menjadi aktivitas mereka yang berdominasi. Kita harus dengan aktif mencengkam pendidikan politik klas buruh dan pengembangan kesadaran politiknya. Sekarang sesudah Zarya dan Iskra melakukan serangan yang pertama atas ekonomisme, “semua setuju” mengenai ini (meskipun ada yang setuju hanya dalam kata-kata, sebagaimana akan segera kita lihat).

Timbul pertanyaan: berupa apakah seharusnya pendidikan politik itu ? Dapatkah dibatasi hanya pada propaganda ide-ide tentang permusuhan klas buruh terhadap otokrasi? Tentu saja tidak. Tidaklah cukup menerangkan kepada kaum buruh bahawa mereka mengalami penindasan politik (sebagaimana tidak cukup hanya menerangkan kepada mereka bahwa kepentingan-kepentingan mereka berlawanan dengan kepentingan-kepentingan kaum majikan). Agitasi harus dilakukan mengenai setiap manifestasi kongkrit dari penindasan ini (sebagaimana kita telah mulai melakukan agitasi mengenai manifestasi kongret penindasan ekonomi). Dan karena penindasan ini menimpa bermacam-macam klas dalam masyarakat, karena ia menampakkan diri dalam lapangan hidup dan aktivitas yang sangat beraneka warna, dilapangan pekerjaan, sipil, perseorangan, keluarga, agama, ilmu, dan sebagainya dan sebagainya, maka tidakkah jelas bahwa kita tidak akan memenuhi tugas kita mengembangkan kesadaran politik kaum buruh jika kita tidak memikul tanggung-jawab pekerjaan mengorganisasi pemblejetan politik mengenai otokrasi dalam semua seginya? Bukankah untuk melakukan agitasi mengenai manifestasi kongkrit penindasan, orang perlu memblejeti manifestasi tersebut (sebagaimana orang perlu memblejeti penyalahgunaan dalam pabrik untuk melakukan agitasi ekonomi)?

Orang akan berpendapat bahwa hal ini cukup jelas. Tetapi justru disinilah ternyata bahwa hanya dalam kata-kata “semua” setuju tentang perlunya mengembangkan kesadaran politik dalam semua seginya. Disini jugalah ternyata bahwa Raboceye Dyelo, misalnya , bukan hanya tidak memikul tugas mengorganisasi (atau memulai mengorganisasi) pemblejetan politik dalam semua seginya, tetapi malah menyeret mundur Iskra yang telah mengusahakan tugas ini. Dengarlah ini: “perjuangan politik klas buruh hanyalah” (justru bukan “hanya”) “bentuk perjuangan ekonomi yang paling berkembang, paling luas dan paling efektif “ (Program Raboceye Dyelo, Raboceye Dyelo No.1, hal.3). “Kaum sosial-demokrat sekarang dihadapkan kepada tugas memberikan, sedapat-dapatnya, watak politik kepada perjuangan ekonomi itu sendiri” (Martinov, Raboceye Dyelo No.10, hal42). “Perjuangan ekonomi adalah cara yang paling luas dapat digunakan untuk menarik massa ke dalam perjuangan politik yang aktif” (Resolusi Kongres Perserikatan60) dan amandemen-amandemennya, Dua Kongres, hal. 11 dan 17). Seperti pembaca lihat, semua dalil ini meresapi Raboceye Dyelo, sejak dari nomor pertamanya sampai pada “Instruksi-Instruksi” terakhir ‘kepada Dewan Redaksi”, dan semuanya terang menyatakan satu pendapat mengenai agitasi dan perjuangan politik. Tinjaulah pendapat ini dari sudut pendapat yang lazim di kalangan semua orang ekonomis, bahwa agitasi politik harus mengikuti agitasi ekonomi. Begitulah pada umumnya* perjuangan ekonomi merupakan”cara yang paling luas digunakan” untuk menarik massa ke dalam perjuangan politik? Sama sekali tidak benar. Segala macam manifestasi kelaliman polisi dan perkosaan otokrasi, dan sekali-kali bukan hanya manifestasi yang berhubungan dengan perjuangan ekonomi, sedikitpun tidak kurang “dapat digunakan secara luas” sebagai cara untuk “menarik” massa. Orang-orang Zemski Nacalnik61, pemecutan terhadap petani-petani, korupsi para pegawai, perlakuan polisi terhadap “rakyat biasa” di kota-kota, perjuangan terhadap kaum lapar dan penindasan terhadap aspirasi rakyat untuk penerangan dan pengetahuan, pemerasan pajak, penguberan terhadap sekte-sekte agama, perlakuan yang merendahkan terhadap para serdadu dan perlakuan terhadap para mahasiswa dan intelegensia liberal seolah-olah mereka itu serdadu –mengapa kesemuanya ini dan ribuan manifestasi penindasan lainnya yang serupa itu, yang tidak langsung bersangkutan dengan perjuangan “ekonomi”, merupakan pada umumnya cara dan alasan yang kurang “dapat digunakan secara luas” untuk agitasi politik dan untuk menarik massa ke dalam perjuangan politik? Justru sebaliknya: dari jumlah seluruh kejadian dimana kaum buruh mengalami (mereka sendiri ataupun orang-orang yang dekat dengan mereka) ketiadaan hak, kesewenang-wenangan dan aniaya, pastilah kejadian-kejadian penindasan polisi dalam perjuangan serikat buruh hanyalah merupakan jumlah kecil saja. Mengapa kita harus sebelumnya membatasi ruang lingkup agitasi politik dengan menyatakan hanya satu cara yang “paling luas dapat digunakan”, sedangkan kaum sosial-demokrat, disamping itu, mempunyai cara-cara lain yang pada umumnya tidak kurang “dapat digunakan secara luas”?

Lama, lama telah lalu (setahun yang lalu! ……) Raboceye Dyelo menulis: “Massa mulai mengerti akan tuntutan-tuntutan politik terdekat sesudah satu, atau sekurang-kurangnya, sesudah beberapa kali pemogokan”, “segera sesudah pemerintah mengerahkan polisi dan gendarme” (No.7, hal 15, Agustus 1900). Teori tingkat-tingkat yang opurtunis ini sekarang telah ditolak oleh Perserikatan yang memberikan konsesi kepada kita dengan menyatakan : “Tidak ada perlunya sama sekali melakukan agitasi politik sejak awal mula semata-mata atas dasar ekonomi” (Dua Kongres, Hal.11). Ahli sejarah sosial-demokrasi Rusia yang akan datang dari penegasian oleh Perserikatan terhadap sebagian kesalahannya yang dulu itu saja akan melihat dengan lebih jelas daripada dari segala argumen panjang-panjang sampai seberapa jauh kaum ekonomis kita telah memerosotkan sosialisme! Tetapi Perserikatan sungguh naif membayangkan bahwa penolakan satu pembatasan politik akan dapat mendorong kita menyetujui bentuk pembatasan yang lain! Tidakkah akan lebih logis mengatakan, dalam hal ini juga, bahwa perjuangan ekonomi harus dilakukan seluas-luasnya, bahwa ia harus selalu digunakan untuk agitasi politik, tetapi bahwa “tidak ada perlunya sama sekali” menganggap perjuangan ekonomi sebagai cara paling luas dapat digunakan untuk menarik massa ke dalam perjuangan politik yang aktif?


* Untuk menghindari salah paham perlu kami tegaskan bahwa di sini dan dalam uaraian selanjutnya, dengan perjuang ekonomi kami maksudkan (sesuai dengan arti istilah itu yang lazim kami gunakan) "perjuangan ekonomi praktis" yang disebut oleh Engels, dalam bagian yang dikutip diatas, sebagi "perlawanan terhadap kaum kapitalis", dan yang di negeri-negeri merdeka disebut sebagai perjuangan serikat sekerja, perjuangan sindikat atau perjuangan trade-unionis.

* Dalam bab ini kami hanya membicarakan perjuangan politik, dalam artinya yang lebih luas atau lebih sempit. Karena itu kami hanya samabil lalu menyebutkan, hanya sebagai suatu keanehan, tuduhan Raboceye Dyelo bahwa Iskra “terlalu menahan diri” mengenai perjuangan ekonomi (Dua Kongres, hal.27, yang dikunyah-kunyah oleh Martinov dalam brosurnya Sosial Demokrasi dan Klas Buruh). Jika tuan-tuan penuduh ini menghitung dengan kiloan atau rim-riman (seperti yang suka mereka lakukan) apa yang telah dikatakan tentang perjuangan ekonomi dalam rubrik industri dalam Iskra selama satu tahun, dan membandingkan ini dengan rubrik industri dalam Raboceye Dyelo dan Rabocaya Misl dijadikan satu, maka akan mudahlah mereka melihat bahwa dalam hal ini pun mereka ketinggalan. Rupanya kesadaran akan kebenaran yang sederhana ini memaksa mereka menggunakan argumen-argumen yang dengan jelas memperlihatkan kebingungan memperlihatkan kebingungan mereka. Iskra, tulis mereka, “mau tak mau (!) terpaksa (!) memperhitungkan tuntutan hidup yang mendesak dan sekurang-kurangnya (!!) memuat surat-surat tentang gerakan buruh” (Dua Kongres, hal.27). Nah inilah argumen yang sungguh-sungguh menghancurkan!

60 Yang dimaksud ialah Perserikatan Kaum Sosial Demokrat Rusia Di Luar Negeri.

Kita katakan “pada umumnya”, karena Raboceye Dyelo berbicara justru tentang prinsip-prinsip umum dan tentang tugas-tugas umum seluruh Partai. Tak diragukan lagi bahwa dalam praktek terjadi hal-hal dimana politik betul-betul harus mengikuti ekonomi, tetapi hanyalah kaum ekonomis yang dapat berbicara tentang hal itu dalam sebuah resolusi yang diperuntukan seluruh Rusia. Memang juga terjadi hal-hal dimana dapat dilakukan agitasi politik “sejak awal mula” “semata-mata atas dasar ekonomi”: namun Raboceye Dyelo akhirnya sampai pada fikiran bahwa “hal ini tidak perlu sama sekali” (dua Kongres, hal.11). dalam bab yang akan datang, akan kami tunjukkan bahwa taktik para “politikus” dan kaum revolusioner bukan hanya tidak mengabaikan tugas-tugas trade-unionis dari sosial demokrasi, tetapi bahawa, sebaliknya, hanya taktik itu sajalah yang dapat menjamin penunaian tugas-tugas ini secara konsekwen.

61 Zemski Nacalnik— penguasa desa di Rusia tsar yang diangkat dari bangsawan tuan tanah dan yang menjalankan wewenang administrasi serta kehakiman.

Perserikatan memberikan arti penting kepada kenyataan bahwa ia mengganti kata-kata “cara yang terbaik” yang termuat dalam resolusi yang bersangkutan dari Kongres ke-IV Perserikatan Buruh Yahudi (Bund)62 dengan kata-kata “yang paling luas dapat digunakan”. Kami, sungguh merasa sulit untuk mengatakan mana yang lebih baik dari resolusi-resolusi ini; menurut pendapat kami kedua-duanya “lebih jelek”. Baik Perserikatan maupun Bund disini salah (sebagian, barangkali, bahkan dengan tak sadar, karena pengaruh tradisi) memberikan interpretasi ekonomis, interpretasi trade unionis kepada politik. Pada hakekatnya soalnya sama sekali tidak berubah apakah hal ini dilakukan dengan menggunakan kata-kata “yang terbaik” atau kata-kata “yang paling luas dapat digunakan”. Andaikata Perserikatan mengatakan bahwa “agitasi politik atas dasar ekonomi” adalah cara yang paling luas digunakan (dan bukan “yang dapat digunakan”) maka ia benar mengenai suatu periode tertentu dalam perkembangan gerakan sosial demokratis kita. Ia akan benar mengenai kaum ekonomis dan mengenai banyak (jika bukan mayoritas) pekerja praktis pada tahun-tahun 1898-1901, karena pekerja praktis ekonomis ini menggunakan agitasi politik (karena mereka pada umumnya menggunakannya!) hampir semata-mata atas dasar ekonomi. Agitasi politik yang demikian itu diakui dan, sebagaimana telah kita lihat, bahkan dianjurkan oleh Rabocaya Misl dan Grup Pembebasan Diri ! Raboceye Dyelo seharusnya dengan tegas menghukum kenyataan bahwa pekerjaan agitasi ekonomi yang berguna dibarengi dengan pembatasan perjuangan politik yang merugikan, tetapi bukannya berbuat demikian ia bahkan menyatakan cara yang paling luas digunakan (oleh kaum ekonomis) sebagai yang paling luas dapat digunakan! Tidaklah mengeherankan kalau ketika kami menamakan orang-orang ini kaum ekonomis, mereka tak dapat berbuat lain kecuali memuntahkan segala macam cacian pada kita, dan menamakan kami “penipu”, “pengacau”, “duta-duta paus”, dan “pemfitnah”,* mengadukan kepada seluruh dunia bahwa kami sangat menyakiti hati mereka dan menyatakan hampir dengan bersumpah: “sekarang sama sekali tak ada organisasi sosial-demokrat satupun yang melakukan kesalahan ekonomisme” **. Ah, politikus-politikus busuk dan mefitnah ini! Tidakkah mereka dengan sengaja mengarang-ngarang seluruh ekonomisme itu, hanya karena rasa benci mereka terhadap manusia semata-mata, untuk menyakiti hati orang secara mendalam ? Arti kongkrit real apakah yang diberikan oleh Martinov kepada kata-katanya tentang pengajuan tugas sosial-demokrasi “memberikan watak politik kepada perjuangan ekonomi itu sendiri”? Perjuangan ekonomi adalah perjuangan kolektif kaum buruh melawan majikan-majikan untuk syarat-syarat yang lebih baik dalam penjualan tenaga kerja, untuk syarat-syarat hidup dan syarat-syarat kerja kaum buruh yang lebih baik. Perjuangan ini mestilah perjuangan lapangan pekerjaan, karena syarat-syarat kerja sangat beraneka ragam di berbagai lapangan pekerjaan, dan oleh karenanya, perjuangan untuk perbaikan syarat-syarat ini tidak dapat tidak dilakukan menurut lapangan pekerjaan (serikat-serikat buruh negeri-negeri barat, gabungan serikat buruh sementara dan surat-surat sebaran di Rusia, dan sebagainya). Oleh karena itu memberi “watak-watak politik kepada perjuangan ekonomi itu sendiri” berarti berusaha untuk dipenuhinya tuntutan-tuntutan lapangan pekerjaan ini, perbaikan syarat-syarat kerja di lapangan pekerjaan dengan jalan “tindakan-tindakan legislatif dan administrasi” (seperti dinyatakan Martinov pada halaman berikutnya dalam artikel hal 43). Ini adalah justru yang dilakukan dan selalu dilakukan oleh semua serikat buruhnya kaum buruh. Bacalah tulisan-tulisan T. dan Ny. Webb63, sarjana-sarjana berkaliber berat (dan oportunis yang “tidak tanggung-tanggung), maka orang akan melihat bahwa serikat-serikat buruh Inggris sejak lama sekali telah menyadari dan melaksanakan tugas “memberi watak politik kepada perjuangan ekonomi itu sendiri”, sejak lama sekali berjuang untuk kebebasan mogok, untuk penghapusan segala macam rintangan hukum terhadap gerakan koperasi dan serikat buruh, untuk undang-undang yang melindungi kaum wanita dan anak-anak, untuk perbaikan syarat-syarat kerja dengan jalan perundang-undangan kesehatan dan pabrik dan lain-lain. Jadi, dibelakang kata-kata muluk tentang “memberi watak politik kepada perjuangan ekonomi itu sendiri” yang kedengarannya “bukan main” mendalam dan revolusionernya, pada hakekatnya tersembunyi hasrat tradisional untuk memerosotkan politik sosial-demokratis ke tingkat politik trade-unionis! Dengan dalih mengkoreksi keberat-sebelahan Iskra yang, katanya, menempatkan “perevolusioneran dogma lebih tinggi dari pada perevolusioneran kehidupan”*, kepada kita disajikan perjuangan untuk reform ekonomi sebagai sesuatu yang baru. Sebenarnya, kata-kata “memberi watak politi kepada perjuang ekonomi itusendiri” berarti tidak lebih daripada perjuangan untuk reform-reform ekonomi. Dan Martinov sendiri semestinya sampai pada kesimpulan yang sederhana ini seandainya dia merenungkan arti kata-kata dia sendiri. “Partai kita”, katanya, seraya menghadapkan meriam-meriamnya yang terberat pada Iskra, ‘bisa dan seharusnya mengajukan tuntutan-tuntutan kongkrit kepada pemerintah supaya melaksanakan tindakan-tindakan legislatif dan administrasi guna menentang penghisapan ekonomi, pengangguran, kelaparan, dan sebagainya” (Raboceye Dyelo No. 10 hal. 42-43). Tuntutan-tuntutan kongkrit untuk tindakan-tindakan --tidakkah ini berarti tuntutan-tuntutan untuk reform-reform sosial? Dan sekali lagi kita bertanya kepada pembaca yang tidak berat sebelah, apakah kita memfitnah orang-orang Raboceye Dyelo-is (maafkan saya atas perkataan yang janggal ini!), dengan menamakan mereka kaum Bernsteinis yang bersembunyi ketika mereka mengajukan tesis tentang perlunya berjuang untuk reform-reform ekonomi sebagai perbedaan pendapat mereka dengan Iskra? Sosial-demokrasi revolusioner dulu dan sekrangpun selalu memasukkan perjuangan untuk reform-reform sebagai bagian aktivitas-aktivitasnya. Tetapi ia menggunakan agitasi “ekonomi” untuk maksud mengajukan kepada pemerintah bukan hanya tuntutan-tuntutan untuk segala macam tindakan, melainkan juga (dan pertama-tama) tuntutan supaya pemerintah tidak lagi menjadi pemerintah otokratis. Kecuali itu sosial-demokrasi revolusioner menganggap sebagai kewajibannya mengajukan tuntutan ini kepada pemerintah, bukan atas dasar perjuangan ekonomi saja, melainkan juga atas dasar segala manifestasi kehidupan sosial dan politik pada umumnya. Pendek kata, sosial-demokrasi revolusioner menempatkan perjuangan untuk kemerdekaan dan untuk sosialisme, sebagimana bagian tunduk kepada keseluruhan. Akan tetapi Martinov menghidupkan kembali teori tingkat-tingkat dalam bentuk lain, dan berusaha keras untuk menetapakan bagi perjuangan politik suatu jalan perkembangan yang, boleh dikatakan, bersifat ekonomi semata-mata. Dengan tampil kedepan pada saat pasang revolusioner dengan “tugas” yang katanya khusus bagi perjuangan untuk reform, Martinov menyeret Partai mundur dan menguntungkan baik oportunisme “ekonomis” maupun oportunisme liberal. Seterusnya, sementara dengan malu-malu menyembunyikan perjuangan untuk reform-reform dibelakang tesis yang muluk-muluk tentang “memberi watak politik kepada perjuangan ekonomi itu sendiri”, Martinov mengajukan, sebagai sesuatu yang khusus, reform-reform ekonomi semata-mata (dan bahkan reform-reform pabrik semata-mata). Mengapa dia berbuat demikian, tak tahulah kami. Barangkali karena keteledoran? Tetapi jika yang dia maksudkan itu bukan hanya reform-reform “pabrik” maka seluruh tesisnya, yang baru saja kami kutip itu, kehilangan arti sama sekali. Barangkali karena dia menganggap bisa dan mungkin bahwa pemerintah memberi “konsesi-konsesi” hanya dibidang ekonomi saja?** Jika demikian, maka ini adalah kekeliruan yang aneh. Konsesi-konsesi juga mungkin dan diberikan dibidang perundang-undangan mengenai pencambukan, surat pas, uang tebusan, sekte-sekte agama, sensor, dan sebaginya dan sebagainya . Konsesi “ekonomi” (atau konsesi palsu) itu bagi pemerintah tentulah yang paling murah dan paling menguntungkan, karena dengan jalan ini pemerintah mengharapkan dapat memperoleh kepercayaan masa buruh. Tetapi justru karena inilah kita kaum sosial demokrat dalam keadaan apapun juga atau bagaimanapun juga mutlak tidak boleh memberi tempat bagi pendapat (atau bagi salah pengertian) bahwa bagi kita reform-reform ekonomi lebih berharga, bahwa kita menganggap reform-reform ekonomi itu sebagai yang teristimewa pentingnya, dan lain-lain. “Tuntutan-tuntutan demikian itu”, kata Martinov mengenai tuntutan-tuntutan kongkrit yang diajukan di atas untuk tindakan legislatif dan administrasi, “ tidak akan merupakan omong kosong belaka karena, dengan menjanjikan hasil-hasil tertentu yang nyata berwujud, tuntuntutan-tuntutan itu bisa disokong aktif oleh massa buruh”….. Kami bukanlah kaum ekonomis, oh bukan! Kami hanya menyembah secara membudak kepada “dapat dirasakannya” hasil-hasil yang konkrit, seperti halnya orang-orang sebangsa Bernstein, Prokopowic, Struwe, R. M. dan tutti quanti!* Kami hanya ingin menjelaskan (bersama-sama dengan Narcissus Tuporilov) bahwa segala yang tidak “menjanjikan hasil-hasil yang nyata berwujud” adalah “omong-kosong” belaka! Kami hanya mencoba menyatakan pendapat seolah-olah massa buruh tak sanggup (dan belum membuktikan kesanggupan mereka, kendatipun ada orang melemparkan filistinismenya sendiri kepada massa buruh) menyokong dengan aktif setiap protes menentang otokrasi, bahkan protes yang sama sekali tidak menjanjikan kepada massa buruh hasil-hasil apa pun yang nyata berwujud! Ambillah sebagai contoh “tindakan-tindakan” untuk melawan pengangguran dan bahaya kelaparan yang diajukan oleh Martinov sendiri. Selagi Raboceye Dyelo sibuk, ditilik dari apa yang telah dijanjikannya, menyusun dan menggarap program “tuntutan-tuntutan konkrit” (dalam bentuk rancangan undang-undang?) “untuk tindakan-tindakan legislatif dan administrasi” yang “menjanjikan hasil-hasil yang nyata berwujud”, Iskra, yang “selalu menempatkan perevolusioneran dogma lebih tinggi daripada perevolusioneran kehidupan”, mencoba menerangkan hubungan yang tak terpisahkan antara pengangguran dengan seluruh sistem kapitalis; memperingatkan bahwa “bahaya kelaparan sedang mendatang”; menelanjangi “perjuangan” polisi “melawan kaum lapar” dan “peraturan-peraturan hukuman darurat” yang melampaui batas; dan Zarya menerbitkan cetak ulang khusus, dalam bentuk brosur agitasi, sebagian dari “Tinjauan Dalam Negeri” yang mengenai bahaya kelaparan*. Tetapi ya Tuhanku! Alangkah “berat sebelahnya” kaum ortodoks picik yang tak dapat diperbaiki lagi ini, kaum dogmatis yang tuli terhadap panggilan “hidup itu sendiri”. Tidak satupun dari artikel-artikel mereka memuat—ah terlalu!—satu pun, bayangkanlah, sungguh-sungguh satu pun “tuntutan konkrit”, “yang menjanjikan hasil-hasil yang nyata berwujud”! Kaum dogmatis yang malang! Mereka seharusnya dikirim kepada Kricevski dan Martinov untuk diberi pelajaran bahwa taktik adalah proses pertumbuhan, proses dari apa yang tumbuh, dll, dan bahwa perjuangan ekonomi itu sendiri harus diberi watak politik! “Disamping arti revolusionernya yang langsung, perjuangan ekonomi kaum buruh melawan kaum majikan dan pemerintah” (“perjuangan ekonomi melawan pemerintah”!!) “juga mempunyai arti demikian: ia senantiasa menjadikan kaum buruh sadar bahwa mereka tak mempunyai hak-hak politik” (Martinov, hlm. 44). Kami kutip bagian ini bukan untuk mengulangi keseratus dan keseribu kalinya apa yang sudah disebutkan di atas, melainkan terutama untuk menyatakan terima kasih kepada Martinov atas rumusan baru yang sangat bagus ini: “perjuangan ekonomi kaum buruh melawan kaum majikan dan pemerintah”. Alangkah indahnya! Sungguh suatu bakat yang tak tertirukan, sungguh mahir dalam meniadakan semua perbedaan pendapat yang bersifat sebagian-sebagian dan nuansa perbedaan di antara kaum ekonomis, dalil yang singkat dan jelas ini mengungkapkan seluruh hakekat ekonomisme: dari menyerukan kepada kaum buruh supaya terjun “ke dalam perjuangan politik yang mereka lakukan untuk kepentingan umum, dengan maksud memperbaiki keadaan seluruh kaum buruh”*, terus melalui teori tingkat-tingkat dan berakhir dengan resolusi Kongres tentang “yang paling luas dapat digunakan”, dsb. “Perjuangan ekonomi melawan pemerintah” adalah justru politik trade-unionis, yang jauh, jauh sekali dari politik sosial-demokratis. * 62 Bund—Serikat Buruh Umum Yahudi Lithuania, Polandia dan Rusia. Didirikan dalam tahun 1897, mempersatukan terutama tukang-tukang kerajinan-tangan Yahudi di daerah-daerah barat Rusia. Bund masuk PBSDR dalam Kongres ke I PBSDR pada bulan Maret 1898. dalam Kongres ke II PBSDR utusan-utusan Bund menuntut supaya organisasi mereka diakui sebagai satu-satunya wakil proletariat Yahudi. Kongres menolak nasionalisme di bidang organisasi ini, sesudah mana Bund keluar dari Partai. Dalam tahun 1906, sesudah Kongres ke IV (“Persatuan”), Bund masuk lagi menjadi anggota PBSDR. Kaum Bundis senantiasa mendukung kaum Menshevik dan melakukan perjuangan yang terus-menerus menentang kaum Bolshevik. Walaupun secara formal tergabung dalam PBSDR, namun Bund merupakan suatu organisasi yang bersifat nasionalis-borjuis. Bertentangan dengan tuntutan program kaum Bolshevik akan hak bangsa menentukan nasib sendiri, Bund mengajukan tuntutan otonomi kebudayaan-nasional. Selama Perang Dunia I 1914-1918 kaum Bundis berdiri di pihak sosial-sovinisme; pada tahun 1917 Bund mendukung Pemerintah Sementara kontra-revolusioner, berjuang di pihak musuh-musuh Revolusi Sosialis Oktober.selama Perang Dalam Negeri kaum Bundis yang terkemuka menyatukan diri dengan kekuatan kontra-revolusi. Bersamaan dengan itu di kalangan anggota biasa Bund mulai terjadi perubahan yang menuntungkan kerjasama dengan kekuasaan Soviet. Baru ketika kemenangan diktatur proletariat atas kontra-revolusi dalam negeri dan kaum intervensionis asing nampak jelas, Bund menyatakan bahwa ia melepaskan perjuangannya menentang kekuasaan Sovyet. Pada bulan Maret 1921 Bund membubarkan diri, sebagian anggotanya masuk PKR (B) dengan cara biasa. Di antara orang-orang Bundis yang masuk Partai terdapat orang-orang bermuka dua yang masuk Partai dengan tujuan menggerogoti Partai dari dalam; sesudah itu mereka diblejeti sebagai musuh rakyat.

0 komentar:

Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity