30/09/08

Kampanye Pemilu

Iklan Politik, KPK, dan DPR yang Lebih Baik
Selasa, 30 September 2008 | 00:43 WIB
Punya anak berusia 17 tahun yang hamil tetapi belum menikah, keras terhadap korupsi, dan menentang pandangan beruang kutub sebagai spesies yang terancam. Itulah sebagian dari rekam jejak Sarah Palin, Gubernur Alaska yang akan mendampingi John McCain, calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, dalam pemilihan kepala negara itu, November mendatang.
Pemahaman dunia, khususnya rakyat Amerika Serikat (AS), atas rekam jejak Palin ini sama mendetailnya dengan pemahaman mereka atas sejarah hidup veteran perang Vietnam, McCain, berikut lawannya dari Partai Demokrat, pasangan Senator Illinois Barack Obama dan Joe Biden.
Tersebarnya latar belakang dua pasang calon pemimpin AS ini terjadi karena rakyat negara itu menyadari, rekam jejak merupakan instrumen penting untuk melihat seseorang. Dengan melihat masa lalunya, berikut ideologi partai yang membawanya, diyakini akan diperoleh gambaran jelas seorang calon pemimpin.

Hal ini karena dalam diri seseorang, antara masa lalu, masa kini, dan masa depan, bukanlah garis waktu yang terputus. Ketiganya selalu membentuk sejarah yang saling berkaitan.
Dengan melihat latar belakang Obama yang lahir dari ibu berkulit putih dan ayah berkulit hitam, pernah hidup di berbagai negara, termasuk Indonesia, serta pernah merasakan hidup sebagai warga kelas menengah di AS, tidak sulit memahami maksud dari ”perubahan” yang menjadi tema kampanyenya.
Akibat selanjutnya, tema yang diusung Obama, juga pasangan McCain-Palin, menjadi sangat hidup, membumi, dan memberi pilihan yang jelas bagi rakyat AS. Iklannya pun dihargai karena mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari kualitas mereka.
Ironisnya, hal itu nyaris tidak terlihat dalam iklan sejumlah tokoh politik Indonesia yang sekarang sedang bersiap menghadapi Pemilu 2009. Iklan mereka bukan hanya cenderung tidak jelas karena tidak diisi dengan program nyata atau gambaran kualitas pribadi si pengiklan. Iklan itu bahkan cenderung dipakai untuk menutup masa lalu mereka yang kurang beres atau ”tidak berisi apa-apa”.
Gejala ini dapat dilihat, misalnya, seorang yang diduga punya masalah dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bidang sipil dan politik, dalam iklannya yang tiba-tiba sangat peduli pada pemenuhan HAM bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Seorang yang selama ini dikenal berpikiran neoliberal tiba-tiba diiklankan sangat mengagumi tokoh pendiri bangsa ini yang cenderung punya pemikiran sebaliknya. Atau, orang yang kiprahnya selama ini lebih banyak dikenal di dunia selebriti digambarkan sangat peduli pada nasib orang kecil.
Secara hukum, tidak ada pelanggaran yang dilakukan tokoh itu saat mereka mengiklankan diri meski gambaran mereka bangun di iklan dapat menyesatkan masyarakat. Bahkan, langkah ini terbukti efektif untuk membangun citra, sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam era politik pemilihan langsung seperti sekarang.
Efektivitas iklan politik ini sudah terbukti di Pemilu 2004. Kekuatan citra, yang antara lain dibangun pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-M Jusuf Kalla di berbagai media massa, ternyata dapat mengalahkan kekuatan jaringan partai politik yang diandalkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi.
Danarka Sasangka, pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya (UAJ) Yogyakarta, menuturkan, efektivitas pembentukan citra melalui iklan, antara lain, disebabkan oleh sifat masyarakat kita yang cenderung pelupa dan tidak punya genggaman kuat. Masa transisi dari otoriter ke demokrasi atau tradisional ke modern membuat banyak perubahan di masyarakat. Nilai lama sudah dianggap ketinggalan zaman, sedangkan nilai baru belum dipahami sepenuhnya.
Kemiskinan yang masih membelenggu sebagian rakyat dan tingkat kecerdasan yang belum merata juga makin membuat mereka mudah dininabobokan dengan janji politik yang tidak jelas asal-usulnya dan politik uang.
Namun, sejarah membuktikan, masalah bangsa tidak dapat diselesaikan dengan iklan politik. Politisi yang dibangun dari citra kosong seperti itu yang justru akan makin menyulitkan Indonesia bangkit dari keterpurukan. Indonesia butuh pemimpin yang telah teruji kemampuan, keberanian, dan kredibilitasnya.
Gerakan tandingan
Dalam kondisi ini, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belakangan memproses hukum kasus di DPR tidak hanya dapat dilihat sebagai upaya membersihkan lembaga yang, menurut survei Transparansi Internasional Indonesia (TII), sejak tahun 2005 dipersepsikan sebagai salah satu lembaga terkorup.
Upaya KPK ini juga dapat dilihat sebagai langkah untuk memberikan gambaran yang sebenarnya atas wajah para politisi di Indonesia, yang selama ini coba ditutup dengan iklan-iklan yang mereka pasang.
Seperti disampaikan Sekretaris Jenderal TII Rizal Malik, upaya KPK itu akan membantu masyarakat untuk menilai, politisi serta partai politik mana yang sebenarnya pantas dipilih di Pemilu 2009. Bagi partai politik, langkah KPK ini juga dapat dijadikan petunjuk untuk membersihkan diri dari para anggotanya yang bermasalah.
Langkah KPK itu juga dapat mendorong pemilu yang lebih bersih. Sebab, mereka yang akan bertarung, secara tidak langsung, akan diingatkan agar tidak menggunakan cara tercela, seperti korupsi, jika tidak ingin direpotkan di kemudian hari.
Penegakan hukum KPK terhadap sejumlah anggota DPR ini bukannya tanpa risiko. Upaya itu dapat menimbulkan arus balik, seperti pelemahan KPK, karena kewenangan yang dimiliki komisi itu sedikit banyak tergantung dari keputusan DPR.
Arus balik ini sekarang mulai terlihat seperti dengan munculnya gagasan untuk mengatur kembali tata cara penyadapan yang selama ini terbukti amat membantu KPK atau lewat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.
Pertanyaan sejumlah anggota DPR tentang langkah KPK mengumumkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara sehingga akses masyarakat terhadap data itu sekarang tak lagi semudah dahulu, juga bisa dilihat sebagai gejala dari arus balik itu. Namun, KPK (semoga) tidak perlu gentar dengan berbagai ancaman arus balik ini karena masyarakat ada di belakang mereka. Akhirnya, jika arus balik ini benar terjadi, misalnya dengan memandulkan KPK, akan kian jelas terlihat siapa yang sesungguhnya bermasalah di negara ini....


0 komentar:

Template by: Abdul Munir
Website: 99computercity